MAWAR
INDAH KERTASARI (bagian kedua)
Cerber,
issued by : Frans SD Syahrial.Ir, MM
Matahari
mulai meninggi, dan bergerak perlahan bergeser keatas dari senti ke
senti ubun kepalaku. Aku bergegas masuk kelas dengan keringat
mengalir deras dari jidat hingga turun ke wajah. Diruang kelas Ibu
Marie guru bahasa Indonesia yang wajahnya mirip artis Indonesia
blasteran Ida Iasha memandang tajam penuh selidik kearah wajah murid
kelas IPA satu yang satu persatu masuk keruang kelas tanpa kecuali
diriku.
“ Ummi
“ aku berbisik perlahan dan jantungku berdetak saat mataku menatap
wajah bundar indah nan cantik lagi melihat diriku melewati pintu
masuk ruang kelas. Sekitar sepuluh meter dari bangku tempat aku
duduk, Ummi Kalsum berdiri dipintu ruang kelasnya kembali tebar
senyum ramah sambil memainkan ball point ditangan kanannya yang putih
halus saat aku mencoba diam diam mencuri pandangan.
“Sempat
mandi gak pagi ini ?” bisik dia sambil mengedip mata kanannya.
Aku
mengangguk kepala sambil mencium ujung rambutku yang gondrong sembari
mengacung jempol keatas untuk memberi isyarat bahwa sudah di keramas
dengan shampo.
Anak
jurusan Biologi itu kembali tersenyum ramah dan bersahabat dan
terkadang wajahnya yang cantik indah itu memerah semu bila aku
menyapanya saat waktu jedah pelajaran.
Sayang
sekali diriku sudah punya pacar satu kelas namanya Mellysa Sastri
Wardoyo dan kini hubungan kami lagi terancam diujung tanduk. Kalau
seandainya aku masih ngejomblo si mawar indah kelas biologi itu pasti
aku rebut jadi kekasihku.
Saat
aku berpaling keruang kelas, Mellysa lagi berdiri dipapan tulis
sedang mengerjakan soal PR bahasa indonesia merupakan salah satu
bidang pelajaran hapalan yang tidak ku sukai selain astronomi dan
biologi. Aku memang agak berkeringat dingin saat Ibu Marie memandang
mukaku selintas. Hmm bisa runyam kalau aku disuruh kedepan
mengerjakan PR bahasa Indonesia selanjutnya, dan semalaman PR
sebanyak 20 soal itu gak satupun aku selesaikan. Waktuku banyak
tersita belajar Fisika, Kimia, dan Matematika selain mengarang novel
dan menulis jurnal sains dan teknologi merupakan kegemaran diriku
sejak SLTP.
Dibarisan
depan bangku tempat aku duduk, cewek berparas imut imut dengan tubuh
mungil dengan model rambut medium pixie cut menoleh kebelakang dan
melemparkan secari kertas mungil. Kertas itu mendarat mulus diatas
buku catatan pelajaran bahasa Indonesiaku.
“ Romeo
kayaknya lu panas dingin jam pelajaran bhs Indonesia hihihi, rasain
kamu kalo
disuruhin
kedepan oleh Bu Marie “ Aku baca tulisan kecil dikertas mungil
itu.
Aku
coba tulis untuk jawaban tulisan gadis bertubuh mungil itu. “ Gak
panas dingin kok, kan udah diwakili sama doi gue hehehe” kertas
mungil dilempar kembali ke meja dia.
“Ala
Romeo kamu cuma menutup ketakutan saja” kembali dia tulis dibawah
tulisan aku.
“Kamu
kayaknya kena sindrome in love ya kacian dikau “ kembali kertas
mungil melayang diatas mejaku.
“ Sindrome
in love itu apanya Non, apa takut sama cewek cewek gak tuh” Aku
jawab dibawah
tulisannya.
“Orang
kena penyakit itu kayak orang bingung, rada bego dan culun hihihi”
tulisnya lagi.
“ Bingung
mau milih punai di kelas atau mawar cantik merah di seberang kelas
kita” kembali
tulisan
tambahan diatas kertas mungil itu lagi.
“Hu
dasar sopionase cinta, tukang memata matai orang, gak punya kerjaan,
entar diri kamu dijadiin pacar kedua gue baru tahu rasa hehehe” .
Saya balas tulisan rada ngomporin dari cewek bertubuh ceking dengan
wajah cantik imut imut.
Kupandang
lekat lekat wajah cewek itu, ternyata baru aku sadari bahwa dikelas
ini gak cuma Mellysa doang. Ternyata cewek usil ini gak kalah aduhai
juga wajahnya walau tubuhnya rada kerempeng hmm dasar diriku cuek
terhadap lingkungan kelas jawabku menggerutu.
Dia
kembali tersenyum nakal dan bibirnya yang tipis seperti punya Ummi
Kalsum anak kelas biologi seperti menggoda syahwat lelakiku dan
senyuman kecilnya menghiasi bibir mereka tipis itu seolah mengejek
diriku yang tidak mampu menguasai pelajaran bahasa Indonesia.
“Bidadari
angin timur awas kamu suatu saat kamu akan bersimpuh dikakiku”
Bisik aku
berguman
sendiri untuk membulatkan tekad menguasai pelajaran hapalan.
Diseberang bangku sana, Mellysa Sastri Wardoyo duduk tegap dengan
membusungkan dada terlihat bangga dan congkak bisa menyelesaikan soal
soal bhs Indonesia. Sesekali wajahnya yang manis angkuh itu
ditolehkan kepadaku, dan senyuman manis itu terasa menghujam kalbuku
seakan mengejek kebodohan diriku.
Dibalik
kaca jendela sekolah, sinar mentari makin menghangat suhu ruang kelas
dan cahayanya memutih berpendar warna warni membias tajam dikaca
bening itu. Aku bukan sastrawan apalagi termasuk siswa jago menguasai bahasa Indonesia.
Namun walau otakku smart dan jagonya ilmu pasti dikelas ini, rasanya
gak bodoh amat untuk mengerti puisi indah tertulis rapih di dalam
catatan harian warna ungu muda yang terselip didalam buku catatan
mekanika punyaku.
Dirimu
penuh misteri
Susah
tuk menyelami
Apalagi
tuk mengira dasarnya hati
Bagai
puncak gunung mahameru
terkadang
meng-gemuruh terkadang lelap membeku
Tenggelam
menyendiri walau diujung waktu.