Kamis, 27 Desember 2012

HUKUM RIBA, DAN BUNGA BANK DALAM SUDUT PANDANGAN ISLAM

HUKUM RIBA, DAN BUNGA BANK DALAM SUDUT PANDANGAN ISLAM

By :  Ir. Frans SD Syahrial, MM.

Ar-ribaa” menurut bahasa artinya az-ziyaadah yaitu tambahan atau kelebihan. Riba menurut istilah syara’ ialah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara’ atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.

Jenis-jenis Riba Menurut Pendapat Jumhur Ulama :
  1. Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan. Contoh, tukar-menukar emas dengan emas, beras dengan beras, dengan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkannya. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus memenuhi tiga syarat :
    1. Tukar-menukar barang tersebut harus sama
    2. Timbangan atau takarannya harus sama
    3. Serah terima pada saat itu juga.
    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Ubadah bin Ash-Shamit ra, Nabi SAW telah bersabda : “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima, maka apabila berlainan jenisnya, maka boleh kamu menjual sekehendakmu, asalkan dengan tunai.” (HR. Muslim dan Ahmad).

  2. Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami. Contoh, A meminjam uang kepada B sebesar Rp. 5.000 dan B mengharuskan kepada A mengembalikan uang itu sebesar Rp. 5.500. Tambahan lima ratus rupiah adalah riba qardhi.
  3. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima. Misalnya orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, antara penjual dan pembeli berpisah sebelum serah terima barang itu.
  4. Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jua-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan. Contoh, A membeli arloji seharga Rp. 500.000. Oleh penjual disyaratkan membayarnya tahun depan dengan harga Rp. 525.000. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun dinamakan riba nasiah.

Tuhan Allah SWT berfirman tentang Riba dalam Alquran surat Ali Imran 130 berbunyi :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
{١٣٠}

Terjemahannya sebagai berikut :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(Surat Ali Imran ayat 130).

Dengan melihat sumber dari surat Ali Imran 130, dapat kita simpulkan bahwa Allah SWT melarang kita memakan riba dengan berlipat ganda. Kata riba jelas artinya bertambah atau berlebihan kemudian dilanjutkan dengan kata berlipat ganda. Ini jelas bahwa ayat ini bertentangan (kontradiksi ) dengan pendapat jumhur ulama dengan adanya istilah riba qardhi dan riba nasiah. Dari konteks riba dengan surat Ali Imran 130 diatas ini bahwa dapat ditarik suatu benang merah, bahwa Allah SWT melarang orang melakukan riba dengan melipat gandakan. Dalam bilangan matematika bahwa bilangan berlipat artinya bilangan mengandakan. Dengah menilik firman Tuhan dengan kalimat memakan riba dengan melipat ganda artinya jelas sudah digandakan kemudian digandakan lagi. Nah disini jelas maksud ayat tersebut diatas bahwa riba dengan melipat ganda yaitu riba dengan mengganda dan menggandakan (double to double interest) atau bunga ber bunga sungguh dilarang oleh Allah SWT. Misalnya Si badu meminjamkan uang sebesar RP 500.000,. Kemudian ada perjanjian dengan sipemberi dana (uang) bahwa dalam tempo empat puluh hari uang tersebut akan dikembalikan berjumlah Rp 1000.000,. Namun setelah empat puluh hari si Badu gak sanggup mengembalikan karena berlipat dari pokok (modal) pinjaman maka sibadu oleh si pemberi dana dikena sangsi sebesar Rp 500.000, total dia harus mengembalikan uang sebesar Rp 1500.000,. Kalau berikut dia tidak bisa bayar maka kembali bunga diganda (dilipatkan) kepada si penerima dana, maka lama kelamaan si peminjam dana (uang) gak sanggup mengembalikan, maka semua harta yang dia punya habis untuk membayar bunga berlipat ganda ini. Nah Riba jenis ini yang berlaku di zaman Jahiliyah inilah yang dilarang oleh Allah SWT. Jadi bagaimana Pak Frans kalau seandainya ada akad (perjanjian) yang tidak memberatkan antara pemberi dana dengan peminjam dana dengan profit lunat (soft interest)
misal akad (perjanjian) antara pemberi dana dengan peminjam dana misalnya uang dipinjam sebesar Ro 500.000,. dengan perjanjian 40 hari dengan profit Rp 100.000,. artinya selama 40 hari dia akan bayar sebesar Rp 600.000,. maka ini tidak termasuk riba yang dilarang oleh Allah SWT dan selama tidak ada sangsi telat bayar lebih dari 40 hari kebetulan si pulan tidak bisa membayar tepat waktu dan tidak dikenakan sangsi interest (bunga) maka hal ini tidak termasuk yang dikategori oleh Allah SWT tsb yaitu “Riba Dengan Melipat Ganda” .
Dan kalau semua berbau tambahan disebut riba, maka roda per-ekonomian tidak jalan, mana ada orang yang mau meminjamkan uang dengan jangka waktu yang lama dibayar sesuai dengan pokok (modal) yang ia terima ? nah inilah yang perlu dikaji lebih dalam dan kalau kita strick dengan riba artinya melebihi atau bertambah, maka perekenomian tidak akan jalan dan roda perusahaan tidak akan jalan karena semua riba ? Bahkan gaji kita terima juga berbau riba karena ada perusahaan bermain valas. Islam mendorong umatnya hidup layak dan makmur dan saling berusaha menolong satu dengan yang lain dengan imbalan saling menguntungkan bukan saling menghancurkan. Dan pertanyaan kita selanjutnya bagaimana dengan praktik arisan RT maupun RW dimana meminjam uang dengan dikenakan bunga (interest) apakah itu bukan riba ? ...... Think about that.

Sebagai jalan tengah adalah perlu adanya perubahan sistem keuangan perbank-an artinya perlu ada suatu (aqad) perjanjian yang tidak memberatkan sipemberi modal dan sipeminjam modal, dimana adanya kemufakatan dengan dasar saling menguntungkan dengan adanya soft interest (bunga sekecil kecilnya) dengan dasar ihlas dan ridho saling memanfaatkan transaksi ini dan menjauhi praktik double to double interest (bunga berlipat ganda). Dengan hal ini, maka riba yang dilarang oleh Allah SWT akan terhindari amin 
(bersambung kajian riba minggu depan).

Salam,
Frans SD Syahrial Rawas.






























2 komentar:

Unknown mengatakan...

informasinya snagat bermanfat nih... makin cerdas saja orang yang menulis ini... makasih yaa

Unknown mengatakan...

saya memiliki uang sebesar 1000000,dan kemudian diinternet saya menemukan tempat menginvestasikan bitcoin yang setelah 100 jam bitcoin yang kita investasikan akan dibayar mebjadi 2 kli lipat,jadi uang 1jt tadi saya beli bitcoin sebanyak 1 bitcoin kemudian saya kirimkan ke situs yersebut dan setelah menunggu selama 100 jam bitcoin pun dikirim kembali kepada saya sevanyak 2 bitcoin,
yang jadi pertanyaan apkh itu haram
trimakasitrimakasih